Kamis, 19 April 2012

Dari GAPTEK ke IPTEK

Dari GAPTEK ke  IPTEK

Ini adalah pengalaman massa lalu ku….

Ini juga adalah cerita yang mungkin sebagian orang memandangnya sebuah kekonyolan….

Atau mungkin juga  ini cerita lucu….

Tapi yakinlah bahwa sesungguhnya  ini bukanlah lelucon….

ini adalah …………….”KENYATAAN” yang pernah kujalani selama hidupku hingga saat ini……

“Jariku pengen menari”

Dahulu Sebuah tekhnologi ibarat binatang buas bagiku, “di lihat takut, gak di lihat, tapi aku belum pernah melihat”. Mungkin ini dapat juga menjadi pelajaran bagi para orang tua dalam mendidik anak, mengingat ketakutan itu muncul karena aku yang saat itu masih duduk di bangku SD  telah terdoktrin dengan perkataan orang tua ku ketika pertama kali aku menyentuh yang namanya computer di kantor mama, “hey nak…!  Jangan di ganggu,jangan di sentuh barang tu, matiiiiii……beli dak tebeli genti tegenti kelak e….” ujar mama dengan logat sungailiatnya. Nah sejak itulah aku jadi takut dan berfikir, kasihan ke dua orang tuaku kalau harus menggantikan computer kantornya dengan uang pribadi jika computer itu rusak akibat ku kotak-katik. Ya manyunlah aku…..Ketakutan itu terus merongrongku hingga aku duduk di bangku SMA. Saat SMP Aku hanya bisa menatap computer sekolah dan sama sekali tidak berani menyentuhnya karena aku selalu ingat pesan mama.

Beranjak SMA, hemmmmm………..aku mulai berfikir ketika melihat teman-temanku duduk di bangku computer dan mengoperasikannya untuk menulis surat undangan acara yang mau di gelar di SMA ku saat itu. Wah….jari jemarinya begitu lentik menari-nari di atas keyboard, “waw, hebat ka cek ok, lah pacak ngetik pakai computer”, ujarku sambil sumringah, lalu temanku menjawab “biase la cek, pak kami punye computer di rumah”, akupun terdiam mendengar jawaban temanku sembari berfikir,”ya mama, kok dulu aku di larang mainin computer, coba kalau kemarin mama izinin aku main computer, pasti sekarang jariku juga sudah bisa menari-nari di atas keyboard”, ujarku dalam hati
Pulang sekolah dan tiba di rumah, aku temuin mama, ku ceritakan ke mama tentang temanku yang mahir menulis surat undangan di computer dan menanyakan kembali peristiwa silam dimana mama melarangku main computer, mama menjawab,”dak bukan cemtu, dulu tu mama takut, ken kalum pacak ape-ape tentang computer, takut rusek….kelak ka basing basing pencet lah, dari pada kite ngenti punye urang, ok alung kite beli be…”,kilah mamaku.
Hemmmmmmm….keesokan harinya…. aku sangat bahagia, mama ajak aku ke toko computer dan aku di beliin computer Pentium 3, wahhhhh……mantap ni, sejak itu aku belajar mengetik surat undangan seperti yang temanku lakukan di sekolah, sejak ada computer Pentium 3 di rumahku, setiap pulang sekolah jariku selalu menari-nari di atas keyboardnya….



“Hp Negah”

Massa SMA adalah massa dimana aku dan semua teman-teman seumurku pengen di bilang keren, gaya, gaul, tajir, pokonya yang hem hem lah………tapi…..aku hanya bisa menatap dan senyum-senyum malu, karena rata-rata temanku SMA ku lahir di lingkungan keluarga berada, mau motor mereka ada, mau Hp mereka ada, mau laptop mereka ada, mau apa juga mereka ada….

sementara aku…….tapi aku tidak lantas patah arang, meski ku tau keluarga ku saat itu dalam kondisi pas-pas an tapi mampu, ku beranikan diri minta ortu beli Heandphone, tau gak apa kata papa dan mama setelah aku cerikan bahwa teman-temanku di sekolah sudah pegang Hp dan naik motor, he…he…he…he… “HP negah e kek kawan ka,dorang Pak Mak e kayo, jangan di turut, mati men nek nurut semue e”, ujar papa ketus, tapi aku bisa menerima itu, karena itu memang salahku meminta tanpa memperhitungkan kegunaannya untuk ku saat itu.


Otak ku terus bekerja, mencari cara untuk bisa di pandang keren, gaya, tajir, gaul oleh teman-teman ku, sampai tiba suatu hari om ku yang kerja di kobatin datang dari toboali, dia punya Hp, tanpa sepengetahuannya ku bawa Hp miliknya ke sekolah, karuan deh Om ku yang gaya bicaranya sangat kental dengan logat Toboali mencari Hp miliknya sampai satu keluarga besarkupu  heboh, karena mereka mengira Hp Om ku hilang.
Sementara aku sedang menikmati  massa jayaku dengan Hp milik Om ku, tp aku tidak lantas lupa memanfaatkan kesempatan yang berharga saat aku pertama sekali pegang Hp, aku buka Hp nya, Ku pencet apapun yang mau ku buka kontennya, eeeee…….saat ku buka koleksi Foto di Hp om ku, ternyata, hem……………ya gitu deh…..
Dan sampailah aku ke rumah setelah usai sekolah, mama, papa dan om ku bertanya kepada ku, “ente ningok dak Hpei om di mija tadi pagi”?  akupun kaget, melotot, terngagah sambil berkata, “missal Hp Om ade di aku sekarang Om marah dak”? om ku menjawab “ Hp Negah e, yang penting Hp e hadei sekarang”, ujar Om ku….hi...hi...hi...hi....



Senin, 16 April 2012

Mendengar Asa Pelaku Seni Babel. Banyak Prestasi Minim Perhatian

Mendengar Asa Pelaku Seni Babel. Banyak Prestasi Minim Perhatian
Oleh Andi / Radar Bangka / Pangkalpinang Sabtu, 07 April 2012 09:35 WIB |
Mendengar Asa Pelaku Seni Babel. Banyak Prestasi Minim Perhatian
DARAH seni yang ada di tubuh Ayah dan Ibunya, Baidjuri Tarza dan Kessy Eillya, ikut mengalir ditubuhnya. Bak nafas kehidupan, seni, kini benar-benar menyatu dalam dirinya. Nahwand Sona Alhamd, begitu nama lengkap pria kelahiran Pangkalpinang, 21 November 1982 silam ini. Merupakan satu dari sekian banyak seniman yang ada di Bangka Belitung (Babel). Meski usianya masih amat muda, namun prestasi dibidang seni dan usahnya ia memperkenalkan seni Babel tak bisa diacuhkan begitu saja. 
Dibawah pepohonan yang teduh plus terpaan angin sepoi-sepoi, Wanda-begitu ia akrab disapa, dengan ramah menceritakan perjalanan karirnya hingga ia menyatu dengan seni. Menurutnya, kecintaan dan perkenalan ia dengan seni adalah tak terlepas dari kiprah orang tuanya sendiri. Dimana, saat masih duduk di bangku kelas II SD, ia diikutsertakan dengan berbagai perlombaan menyanyi. Mulai dari tingkat Kabupaten hingga ke tingkat provinsi yang ketika itu masih bagian dari Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). “Melalui dukungan sekaligus bimbingan kedua orang tua, saya mampu memperoleh hasil maksimal. Dari sekian banyak lomba menyanyi, baik lagu pop maupun lagu daerah di tingkat kabupaten maupun propinsi. Hampir seluruhnya mendapat juara pertama,” ceritanya kepada Radar Bangka (RB) beberapa waktu lalu. 
Prestasi itu terus ia raih sampai ke jenjang berikutnya. Semasa SMP kata Wanda, ia masih menekuni dunia tarik suara melalui grup band bersama teman-teman yang semuanya duduk di bangku SMA. Dari sana, ia juga berhasil meraih torehan prestasi di setiap ajang festival band lokal yang digelar dalam setiap tahun. 
Ia juga pernah menjadi juara pertama dalam ajang bintang radio dan televisi yang digelar RRI dan TVRI sebanyak dua kali tingkat provinsi. “Juara pertama Pop Singer tingkat anak-anak se-Bangka saat itu saya pegang, lalu dua kali juara pertama lomba lagu nasional dan lagu daerah tingkat Provinsi Sumsel, juara pertama Lomba Lagu Daerah Sumsel sebagai wakil dari kota Palembang pada even Festival Sriwijaya, serta dua kali juara Bintang Radio Tingkat Provinsi Babel,” ujarnya membeberkan sejumlah prestasi yang pernah ia raih. 

Pembicaraan semakin akrab ketika candaan teman yang berada disampingnya keluar. Wajar, saat perbincangan tersebut, RB tidak hanya bersama Wanda semata. Melainkan juga bersama rekan se-profesi sesama jurnalis. Wanda sendiri merupakan jurnalis yang tergabung di RRI.  "Saya juga selain menekuni dunia tarik suara, saya juga merambah ke dunia seni tari dan musik daerah," papar pria yang juga ikut tergabung di Sanggar Seni Kite ini. 
Dilanjutkannya, karena itu semua, ia juga ahli memainkan alat musik tradisional baik itu alat musik tradisional Babel maupun alat musik daerah lain. Karena itulah, melalui hasil seleksi yang di gelar  oleh Disdikbud (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) Provinsi Sumsel, ia dan beberapa seniman Palembang terpilih menjadi Duta Seni dalam Festival Tari Nusantara di Pulau Dewata Bali sebagai pemusik. 
Dari itu, ia mendapat kepercayaan dari sejumlah seniman Palembang dan bergabung di Dewan Kesenian Sumsel. Melalui Dewan Kesenian berbagai even seni budaya tidak hanya di tingkat lokal dan nasional, namun juga internasional pernah diikutinya. “Masa itu saya tiga kali mendapat penghargaan Penata Musik Terbaik se-Babel melalui karya tari berjudul Besaoh, Tepulut, dan Aik Gambang. Lalu dua kali pentas pada even Festival Gendang Nusantara di Malaysia sebagai penata musik. Kemudian pentas pada acara Festival Zapin Nusantara di Johor Bahru, Malaysia sebagai pemusik. Juara dua pada festival Melayu Nusantara di Bengkulu sebagai penata musik. Masuk deretan 10 besar Parade Tari Daerah tingkat nasional di Jakarta sebagai penata musik dalam karya tari Berjudul “Tepulut”," beberanya sambil meneguk segelas es teh manis yang dipesannya.
Selain itu sambungnya, ia juga masuk dalam deretan 5 besar tingkat nasional, Lomba Qasidah Rebana sebagai penata musik serta mendapat kehormatan pentas memeriahkan HUT PT Timah (Persero) Tbk melalui karya tari dan musik berjudul “Eksotika Negeri Timah” yang dipentaskan oleh kurang lebih 200 penari. "Bahkan saya juga pernah pentas pada even Pasar Malam Indonesia di Belanda sebagai penata musik dalam karya tari berjudul “Pencak Kedidi,” katanya.
Pria yang bermoto Wirasa, Wiraga, Wirama dalam kesehariannya ini telah melahirkan beberapa karya musik. Diantaranya komposisi musik dengan judul “Gurak” tahun 2004 dan musik tari Besaoh, Nendai, Bebaur, Zapin Melayu yang kesemuanya diciptakan pada tahun yang sama, lalu komposisi musik dengan judul “Kite Ethnic Percuscion” serta musik tari Urang Lom di tahun 2005, lalu musik tari Tepulut tahun 2006, musik tari Tiker Purun 2007, tari dan musik kolosal berjudul Eksotika Negeri Timah juga musik tari Tanggok Sahang pada tahun 2008, musik tari Thongin 2009, musik tari Aik Gambang dan Pencak Kedidi 2010.
Wirasa, Wiraga , Wirama ini diterangkannya adalah tiga unsur dalam sebuah karya tari yang tidak dapat dipisahkan. Begitu pula dengan pembangunan seni budaya daerah, selain seniman yang harus memiliki citra rasa tinggi dalam setiap karyanya, pemerintah juga seharusnya mengorbankan jiwa dan raga terhadap seni budaya itu sendiri dengan berbaur menyatu bersama  lingkungannya, membuka diri untuk memahami apa yang sebenarnya harus di lakukan. Sehingga, tepat sasaran dan guna. Bukan bergerak sendiri berdasarkan keinginan sendiri tanpa menghiraukan apa sesungguhnya kebutuhan yang diperlukan dan harus dipenuhi.
Nah, yang lebih memahami itu tentu para pelaku seninya. Cobalah akomodir pendapat para seniman daerah. Sebab memang sudah saatnya pemerintah sebagai fasilitator melakukan itu. Terlebih, para seniman daerah Babel melalui karya-karyanya banyak yang sudah dikenal diberbagai daerah di Indonesia. "Berdayakan mereka para seniman daerah karena mereka itu adalah aset daerah,” harapnya. (**)

Kamis, 12 April 2012

“Asal Muasal Tari Kedidi”

    "Sanggar Mekar Sari" (Pimpinan Komarulzaman) 

     Kabupaten Bangka sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki berbagai macam potensi yang cukup menarik baik alam maupun seni budayanya. Salah satu seni budaya yang cukup mewakili karakteristik tari dan musik  tidak hanya bagi  daerah dengan semboyan sepintu sedulang ini namun juga bagi propinsi kepulauan bangkabelitung pada umumnya yakni Tari Kedidi dari desa mendo kecamatan mendo barat kabupaten Bangka.
Berdasarkan sifatnya Tari Kedidi merupakan tari hiburan atau sebagai pelipur lara, perpaduan gerak dan musiknya yang dinamis dan lucu terinspirasi oleh gerak gerik burung kedidi yang berbulu putih berparuh seperti bebek dan berekor lucu jika di gerakkan, Burung yang  hidup di muara sungai dan rawa rawa tersebut . sering kali di temui para Nelayan desa mendo pada sore hari, sambil menggerak-gerakkan ekor lucunya Burung kedidi kerap kali meloncat dari satu tempat ke tempat yang lain, dari batu ke batu  dan di atas batang nipah yang mengapung di atas air.
Burung yang hidup di alam terbuka dan tidak dapat di tangkap untuk dipelihara tersebut , telah memberikan inspirasi  kepada nelayan di desa mendo, tak jarang untuk melepaskan kepenatan mereka menghibur diri menari menirukan gerakan Burung Kedidi dengan iringan alat music seadanya, mulai dari kayu, batok kelapa, dan apa saja yang ada di sekitar mereka, lambat laun inspirasi para nelayan desa mendo terhadap gerak Tari Kedidi mengalami perkembangan, inspirasi itu tertuju pada gerak-gerik kepiting, sesekali ketika mereka melaut dan menemukan kepiting mereka kemudian memukul perahu sebagai penghias iramanya.Selanjutnya Tari Kedidi semakin berkembang menjadi tari hiburan anak muda mudi pada saat bulan purnama tanggal 13, 14, dan 15 dalam setiap bulannya dan ditarikan oleh 4 sampai dengan 5 orang.
Setelah menjadi bentuk kesenian daerah Bangka seperti saat ini, Tari Kedidi menjadi lebih menarik dengan iringan Musik Dambus dan memasukkan unsur silat dan gerak pedang di dalamnya. Tak jarang pula Tari Kedidi di pertandingkan sehingga terus memicu improvisasi gerak pribadi namun tetap tidak meninggalkan gerak dasarnya yakni gerak Burung Kedidi yang di dominasi dengan nuansa lincah,lembut,genit dan gagah.
 Terciptanya tari kedidi menurut salah satu pewaris yang masih tersisa saat ini yakni Kamarulzaman yang lahir pada tahun 1935, bahwa berdasarkan penjelasan pamannya, tari ini di ciptakan oleh seorang jejaka yang berprofesi sebagai petani dan nelayan yang di perkirakan hidup dimassa zaman kesultanan Palembang berkuasa atas pulau Timah ini, Jejaka tersebut bernama Abu Latief. Abu Latief yang juga suka bermain-main di bibir pantai mendapat inspirasinya dari melihat gerak indah dan lucu burung kedidi. Tidak hanya itu Abu Latief juga telah menciptakan iringan musiknya dari bahan alami yang di temui di lingkungan sekitarnya saat itu….


...."ingin maju bangsamu?!?! hargai dulu budayamu"....


by : Wanda Sona Al-hamd

Senin, 02 April 2012

Seni Budaya BangkaBelitung


"Tari Tepulut"
<10 besar parade tari nusantara tahun 2006>
Koreografer M.Agus Yaman & Penata Musik Wanda Sona

"Seni Budaya Bangka Belitung, Hidup Segan Mati Tak Mau"
 
    Propinsi Kepulauan Bangka Belitung sangat kaya akan potensi seni budayanya, jika kekayaan khasanah seni Budaya tersebut mendapat perhatian serius dari seluruh elemen masyarakat terkait, sudah pasti akan menjadi sesuatu yang bernilai lebih dari apa yang sudah ada saat ini. Sementara itu Kondisi pembangunan kesenian daerah di Bangka Belitung saat ini tak ubah ibarat pepatah “hidup segan mati tak mau”.
    Peran aktif hanya terlihat dari kalangan senimannya, mereka terus berkarya dan berkarya tanpa memikirkan kapan dan dimana karya yang mereka buat itu akan di pentaskan, bahkan terkadang dengan urusan pemenuhan kebutuhan hidup merekapun mereka lupakan, orang – orang yang memang sudah seharusnya mendapat dukungan dan perhatian dari pihak terkait dalam hal ini pemerintah daerah, justru sebaliknya banyak yang luput dari pandangan, dukungan dan penghargaan sejauh ini hanya bersifat seremoni, pada saat peringatan hari besar seniman di beri penghargaan atau saat di gelarnya even seni budaya baik di local, nasional maupun internasional barulah karyanya di pentaskan pada even tersebut, setelah usai pementasan mereka <seniman> kembali lagi dengan kesibukannya masing-masing untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini terus menerus terjadi sejak dahulu hingga sekarang, akibatnya seperti yang kita rasa saat ini, kesenian daerah di Bangka Belitung di katakan punah dia masih ada, di katakan ada tapi jarang terlihat.
    Untuk itu tidak mengherankan pula jika ada diantara teman-teman dari kalangan praktisi seni daerah di bangkabelitung saat ini ada yang timbul ada pula yang tenggelam bahkan ada beberapa diantaranya yang fakum, bagaimana tidak, di sisi lain mereka harus menjalankan kehidupan mereka sehari hari sebagai kepala rumah tangga, mereka harus memenuhi kebutuhan keluarganya dengan berbagai macam profesi mulai dari pegawai pemerintahan, karyawan prusahaan Swasta, Buruh harian, pekerja Tambang Timah Inkonvensional dll, ya mau tidak mau mereka juga harus memikirkan bagaimana massa depannya dan keluarganya, kondisi ini memaksa mereka di hadapkan oleh 2 pilihan yang sulit dan karena tuntutan hidup, banyak diantara teman-teman seniman yang lebih memilih focus memenuhi kebutuhan kehidupannya dan keluarganya dibandingkan focus berkesenian di daerah mengingat berkesenian di bangkabelitung tidak dapat di andalkan untuk menjadi profesi oleh para pelakuanya. Meskipun ada yang lebih memilih focus berkesenian namun hanya segelintir orang saja dan mereka itulah orang-orang yang sangat saya hormati, karena bagi saya mereka sosok-sosok seniman sejati yang rela berkorban untuk kemajuan kesenian daerah Bangka Belitung. Bukan sembarang komitmen dalam jiwa kesenimanannya, lebih dari pada itu mereka telah menunjukkan eksistensinya dalam pengembangan seni budaya daerah, bahkan berprestasi di tingkat nasional dan tidak jarang pula mereka menjadi inspirasi di tingkat internasional. "Saya ingin mengatakan bahwasanya seniman khususnya seni tari dan musik di bangka belitung sudah mampu melahirkan karya-karya yang berkwalitas".

"Di butuhkan Sinergitas seluruh elemen"
     
    Wirasa,Wiraga dan Wirama, ini adalah 3 unsur dalam sebuah karya tari yang tidak dapat di pisahkan , begitu pula dengan pembangunan seni budaya daerah, selain seniman yang harus memiliki citra rasa tinggi dalam setiap karyanya, pemerintah juga seharusnya mengorbankan "jiwa dan raga" terhadap seni budaya itu sendiri dengan berbaur, menyatu bersama  lingkungannya, membuka diri untuk memahami apa yang sebenarnya harus di lakukan sehingga tepat sasaran dan guna. Bukan bergerak sendiri berdasarkan keinginan sendiri tanpa menghiraukan apa sesungguhnya kebutuhan yang di  perlukan dan harus di penuhi. yang lebih memahami itu tentu para pelaku seninya. cobalah akomodir pendapat-pendapat para seniman daerah dan memang sudah saatnya pemerintah sebagai fasilitator melakukan itu, terlebih para seniman daerah bangka belitung, melalui karya-karyanya, banyak yang sudah di kenal di berbagai daerah di indonesia, berdayakan mereka para seniman daerah karena mereka itu adalah asset. 
    Bukankah pemerintah daerah bangka belitung saat ini sedang giat-giatnya mempromosikan dunia pariwisata bangkabelitung ke nasional maupun internasional, pariwisata itu tidak akan berkembang tanpa keterlibatan para seniman dan budayawannya, beri kepercayaan kepada mereka, buat pola yang tepat, yang sifatnya pemberdayaan dan peningkatan kualitas para seniman, bukan menggelar kompetisi seni yang pada akhirnya justru membuat perpecahan di antara seniman itu sendiri. Bagi mereka yang menang berdasarkan pandangan juri yang saat itu hanya sebagian kecil dari sepasang mata saja akan mendapat perhatian lebih, namun sebaliknya bagi yang kalah mereka di lupakan. padahal karya seni itu relatif, bagus menurut pandangan sepasang mata juri saat itu, belum tentu bagus di pandangan sepasang mata lainnya. jangan samakan karya seni dengan oleh raga, harus ada yang kalah dan ada yang menang, seni itu rasa, tergantung dari sudut pandang mana seseorang menilainya.
      jika sinergitas antara wirasa seniman dan wiraga sang fasilitator telah terbentuk , lambat laun tentu akan menghasilkan wirama yang mengahanyutkan masyarakat ke rasa memiliki, mencintai dan menghargai seni budayanya sendiri. Dengan demikian terciptalah suatu pola pembangunan seni budaya yang berkesinambungan....
     
...."ingin maju bangsamu?!?! hargai dulu budayamu"....

by : Wanda Sona Al-hamd