Mendengar Asa Pelaku Seni Babel. Banyak Prestasi Minim Perhatian
Oleh Andi / Radar Bangka / Pangkalpinang Sabtu, 07 April 2012 09:35 WIB |
DARAH seni yang ada di tubuh Ayah dan Ibunya, Baidjuri
Tarza dan Kessy Eillya, ikut mengalir ditubuhnya. Bak nafas kehidupan,
seni, kini benar-benar menyatu dalam dirinya. Nahwand Sona Alhamd,
begitu nama lengkap pria kelahiran Pangkalpinang, 21 November 1982 silam
ini. Merupakan satu dari sekian banyak seniman yang ada di Bangka
Belitung (Babel). Meski usianya masih amat muda, namun prestasi dibidang
seni dan usahnya ia memperkenalkan seni Babel tak bisa diacuhkan begitu
saja.
Dibawah pepohonan yang teduh plus terpaan angin sepoi-sepoi,
Wanda-begitu ia akrab disapa, dengan ramah menceritakan perjalanan
karirnya hingga ia menyatu dengan seni. Menurutnya, kecintaan dan
perkenalan ia dengan seni adalah tak terlepas dari kiprah orang tuanya
sendiri. Dimana, saat masih duduk di bangku kelas II SD, ia
diikutsertakan dengan berbagai perlombaan menyanyi. Mulai dari tingkat
Kabupaten hingga ke tingkat provinsi yang ketika itu masih bagian dari
Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). “Melalui dukungan sekaligus
bimbingan kedua orang tua, saya mampu memperoleh hasil maksimal. Dari
sekian banyak lomba menyanyi, baik lagu pop maupun lagu daerah di
tingkat kabupaten maupun propinsi. Hampir seluruhnya mendapat juara
pertama,” ceritanya kepada Radar Bangka (RB) beberapa waktu lalu.
Prestasi itu terus ia raih sampai ke jenjang berikutnya. Semasa SMP kata
Wanda, ia masih menekuni dunia tarik suara melalui grup band bersama
teman-teman yang semuanya duduk di bangku SMA. Dari sana, ia juga
berhasil meraih torehan prestasi di setiap ajang festival band lokal
yang digelar dalam setiap tahun.
Ia juga pernah menjadi juara pertama dalam ajang bintang radio dan
televisi yang digelar RRI dan TVRI sebanyak dua kali tingkat provinsi.
“Juara pertama Pop Singer tingkat anak-anak se-Bangka saat itu saya
pegang, lalu dua kali juara pertama lomba lagu nasional dan lagu daerah
tingkat Provinsi Sumsel, juara pertama Lomba Lagu Daerah Sumsel sebagai
wakil dari kota Palembang pada even Festival Sriwijaya, serta dua kali
juara Bintang Radio Tingkat Provinsi Babel,” ujarnya membeberkan
sejumlah prestasi yang pernah ia raih.
Pembicaraan semakin akrab ketika candaan teman yang berada disampingnya
keluar. Wajar, saat perbincangan tersebut, RB tidak hanya bersama Wanda
semata. Melainkan juga bersama rekan se-profesi sesama jurnalis. Wanda
sendiri merupakan jurnalis yang tergabung di RRI. "Saya juga selain
menekuni dunia tarik suara, saya juga merambah ke dunia seni tari dan
musik daerah," papar pria yang juga ikut tergabung di Sanggar Seni Kite
ini.
Dilanjutkannya, karena itu semua, ia juga ahli memainkan alat musik
tradisional baik itu alat musik tradisional Babel maupun alat musik
daerah lain. Karena itulah, melalui hasil seleksi yang di gelar oleh
Disdikbud (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) Provinsi Sumsel, ia dan
beberapa seniman Palembang terpilih menjadi Duta Seni dalam Festival
Tari Nusantara di Pulau Dewata Bali sebagai pemusik.
Dari itu, ia mendapat kepercayaan dari sejumlah seniman Palembang dan
bergabung di Dewan Kesenian Sumsel. Melalui Dewan Kesenian berbagai even
seni budaya tidak hanya di tingkat lokal dan nasional, namun juga
internasional pernah diikutinya. “Masa itu saya tiga kali mendapat
penghargaan Penata Musik Terbaik se-Babel melalui karya tari berjudul
Besaoh, Tepulut, dan Aik Gambang. Lalu dua kali pentas pada even
Festival Gendang Nusantara di Malaysia sebagai penata musik. Kemudian
pentas pada acara Festival Zapin Nusantara di Johor Bahru, Malaysia
sebagai pemusik. Juara dua pada festival Melayu Nusantara di Bengkulu
sebagai penata musik. Masuk deretan 10 besar Parade Tari Daerah tingkat
nasional di Jakarta sebagai penata musik dalam karya tari Berjudul
“Tepulut”," beberanya sambil meneguk segelas es teh manis yang
dipesannya.
Selain itu sambungnya, ia juga masuk dalam deretan 5 besar tingkat
nasional, Lomba Qasidah Rebana sebagai penata musik serta mendapat
kehormatan pentas memeriahkan HUT PT Timah (Persero) Tbk melalui karya
tari dan musik berjudul “Eksotika Negeri Timah” yang dipentaskan oleh
kurang lebih 200 penari. "Bahkan saya juga pernah pentas pada even Pasar
Malam Indonesia di Belanda sebagai penata musik dalam karya tari
berjudul “Pencak Kedidi,” katanya.
Pria yang bermoto Wirasa, Wiraga, Wirama dalam kesehariannya ini telah
melahirkan beberapa karya musik. Diantaranya komposisi musik dengan
judul “Gurak” tahun 2004 dan musik tari Besaoh, Nendai, Bebaur, Zapin
Melayu yang kesemuanya diciptakan pada tahun yang sama, lalu komposisi
musik dengan judul “Kite Ethnic Percuscion” serta musik tari Urang Lom
di tahun 2005, lalu musik tari Tepulut tahun 2006, musik tari Tiker
Purun 2007, tari dan musik kolosal berjudul Eksotika Negeri Timah juga
musik tari Tanggok Sahang pada tahun 2008, musik tari Thongin 2009,
musik tari Aik Gambang dan Pencak Kedidi 2010.
Wirasa, Wiraga , Wirama ini diterangkannya adalah tiga unsur dalam
sebuah karya tari yang tidak dapat dipisahkan. Begitu pula dengan
pembangunan seni budaya daerah, selain seniman yang harus memiliki citra
rasa tinggi dalam setiap karyanya, pemerintah juga seharusnya
mengorbankan jiwa dan raga terhadap seni budaya itu sendiri dengan
berbaur menyatu bersama lingkungannya, membuka diri untuk memahami apa
yang sebenarnya harus di lakukan. Sehingga, tepat sasaran dan guna.
Bukan bergerak sendiri berdasarkan keinginan sendiri tanpa menghiraukan
apa sesungguhnya kebutuhan yang diperlukan dan harus dipenuhi.
Nah, yang lebih memahami itu tentu para pelaku seninya. Cobalah akomodir
pendapat para seniman daerah. Sebab memang sudah saatnya pemerintah
sebagai fasilitator melakukan itu. Terlebih, para seniman daerah Babel
melalui karya-karyanya banyak yang sudah dikenal diberbagai daerah di
Indonesia. "Berdayakan mereka para seniman daerah karena mereka itu
adalah aset daerah,” harapnya. (**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar